Ceria nampak pada semua muka-mukanya
Suara lantang masih jelas terdengar
Bahkan gerak kaki dan tanduknya tak henti-henti
Patok patok yang tertancap menahan mereka, dengan tali membentang diantara leher dan patoknya
Ada nomor jelas tertulis dibadannya..
Sangat jelas...namun tak berarti bagi mereka
Urutan adalah tercermin di angka itu
Namun tetap saja tanduk masih diadukan pada sesama
Kadang dia naiki kawan sejawat mengumbar syahwat
Satu persatu diseret, diikat dan dibaringkan
Ronta mereka bukan ketakutan akan sebilah benda tajam
Ketidaknyamanan karena ikatan adalah sebabnya
Teriaknya terhenti saat darah mengantikan suara yang keluar dari kerongkongan
Yang lain tak bergeming...tak takut
Adalah waktu yang tertunda saja
Namun mereka tetap... Menanduk
Tetap berteriak..tetap mengumbar syahwat
Padahal angka ada...
Karena akal tak ada hingga angka tak bermakna
Urutan tidak bersahut prilaku, juga tak berisyarat bagi mereka
Manusia berakal...namun tak ada angka
Tanda tanda lain ada nyata dan diberikan, namun sering lupa
Terkadang sengaja lupa,
Teriak tak sekencang mereka, namun menusuk
Gerak langkah anggun dan tenang kadang mewadahi kejahatan...
Senyum manis menggiurkan adalah umpan mematikan
Andai kita yang berakal ada angkanya
Untuk urutan layaknya mereka..
Masihkan kesombongan dan pongah ini bersemayam ?
Ataukah karena kita pura-pura
Entahlah....,
Mereka meregang nyawa memberi arti pada kita...
Kita dalam lembut suara memberi arti dari nama mereka..
Sering.... Kambing itu dikorbankan dan sering korban itu dikambingkan
Hitam adalah kata yang mengiringi kepuasan dan pongah kemenangan
Terimakasih kambing, kalian telah membuat pengorbanan bagi kami
Terimakasih kambing kalian telah membuat kemenangan dan kebahagiaan
Dan tak hanya sekedar kambing (hitam) tentunya
(Menyambut Iedul Adha 1430H)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar